Rencana Tuhan

Kima hanya bisa menunduk melihat sepatunya. Sepatu bot kesayangannya berwarna salem. Kima hanya bisa duduk diam dan mendengarkan kembali detik-detik itu. Detik-detik Arya menelepon…
“Kima apa kabar? Maaf selama ini mas nggak peka. Maaf selama ini Kima nungguin mas. Makasih Kima sudah bilang tentang perasaan Kima ke mas. Tapi, bukan berarti mas menolak Kima. Mas belum berani menghadap ke mama Kima yang katanya galak itu, ha ha. Akhir-akhir ini mas mimpi Kima terus di barak. Mungkin mas kangen sama sinisnya Kima, sama cerewetnya Kima, sama judesnya Kima. Maaf mas balas perasaan Kima telat, mas nggak tahu selama ini ada doanya Kima di hidup mas. Semoga lebaran nanti ketemu ya… ” 
Terputus di situ, dan suara ledakan menggelegar. Kima meneteskan air mata. Genap satu tahun telepon itu datang. Genap satu tahun Arya meninggalkan Kima selama-lamanya. Hampir lima tahun Kima memendam perasaannya pada Arya, dan akhirnya mereka terpisah bukan lagi oleh jarak, tapi takdir. Kima bangkit dari kursi taman yang didudukinya dan berjalan menuju lorong kampus, melanjutkan hidupnya.  
“Kima… Ada yang nyari kamu. Di teras depan.” Putri memanggil Kima yang sedang fokus pada tugas kuliahnya. “Siapa?” Tanya Kima. Putri hanya mengangkat bahu tak mengenali. Kima berjalan keluar dan menoleh di teras. Seseorang berbaju serba hitam hingga topinya hitam memakai kacamata hitam. “Ada perlu apa nyari saya?” Tanya Kima. Orang itu membuka topi dan menurunkan kacamatanya. “Kamu Kimaulia Hastari?” Tanya orang itu. “Anda siapa? Ada perlu apa?” Tanya Kima balik. “Mari ikut saya. Ada seseorang yang ingin bertemu Anda.” Orang itu langsung memegang tangan Kima dan menyeretnya masuk ke mobil. Kima berusaha berontak, namun tak berdaya. Kima dibawa menuju ke markas tentara yang tak jauh dari tempat tinggalnya. Ia dibawa ke aula, aula itu ramai sekali, banyak keluarga yang datang dengan wajah terharu dan bahagia. Kima memulai asumsinya bahwa Arya masih hidup.  
Di kejauhan Kima menatap sosok itu lagi, sosok yang pernah membuatnya marah dan tertawa dalam satu waktu. Sosok yang menjadikannya sekuat dan setangguh ini. Kima tersenyum, tak terasa air matanya mengalir. Sosok itu berlari menghampirinya, mendekapnya dengan erat, menghapus air mata itu. “Kima, mari kita mulai cerita kita.” Arya menyematkan cincin berwarna perak di jari manis Kima.  
“Arya tidak mati, meski aku percaya saat itu ia benar-benar mati. Aku menguatkan diriku setangguh baja. Apapun yang terjadi dalam hidupku karena Tuhan punya rencana luar biasa untukku. Rencana Tuhan itu, mempersatukan kami lagi setelah dipisahkan. Tragis memang, tapi inilah cerita hidupku, sebelum Arya menjadi penggenggam tanganku yang sah.” - Kimaulia Hastari.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Finding Myself 1

Berawal Dari

Minggu Pertama Kuliah